PINDAH RUMAH
Rumah kecil ini sekarang pindah ke alamat baru di sini.
Please, keep visiting us.
Sorry for the inconvinience may cause.
Monday, December 20, 2004
Go Skating
Terletak di Strand, Central London, tepatnya di ujung Utara Waterloo Bridge, ada event yang selama bulan Desember hingga Januari dalam lima tahun terakhir menjadi the hottest ticket in town. Ice skating di Somerset House! Yang asyik dari ice rink di Somerset House ini karena berada di alam terbuka.
Sabtu lalu kami sekeluarga ke sana, niatnya mau skating tetapi kelupaan booking tiket dulu. Jadi, kami cukup menonton saja. Next time pergi lagi dan semoga tidak lupa booking tiket.
Selain Somerset House, ada tempat skating yang asyik juga, dan baru di buka minggu ini untuk pertama kalinya. Tempatnya tidak jauh dari Somerset House.
Tidak jauh! Dari Somerset House, jalan 10 menit ke Stasiun Waterloo International dan naik kereta Uerostar ke Paris. Kurang dari tiga jam dan dompet berkurang minimal 59 poundsterling, sampailah ke tempat skating yang dijamin mengalahkan Somerset House: Ice skating di Eiffel Tower!
Ice rink dengan ketebalan 15 cm ini dibangun dari 30 ton air, 5000m pipa pendingin dan 100 special multi-color lampu LED, bahkan juga dipasang mesin yang membuat tempat skating ini beraroma "vanilla and pine". Dengan biaya total 150 ribu Euro, jadilah "first floor" Eiffel Tower menjadi tempat skating yang sanggup menampung 80 orang.
Yang tentu lebih spektakuler dari skating di Eiffel tentu saja pemandangannya. Dan bagusnya lagi, skating di ketinggian 57 meter diatas tanah ini juga lebih murah dibanding di Somerset House. Bahkan bisa juga dikatakan free alias gratis, karena hanya hanya perlu membayar tiket naik ke Eiffel Tower seharga 4 Euro.
Tentu saja, antrinya sangat panjang (antrian pengunjung Eiffel Tower yang memang selalu panjang+ yang ingin ice skating). Tetapi kalau mau tidak antri juga bisa: naik tangga 400 undakan!
Pesan yang perlu di ingat bagi yang skating untuk ber-romantis-ria adalah there is nothing sexy or romantic about being humiliated by children. Jadi asah dulu kemampuan skating, baru bisa berkata: ooh la la! Tres sexy!
Beruntunglah saya dan suami, dengan mengajak Kirana, kami akan bisa berdalih mengajarinya skating. Sering-sering pegangan atau bahkan jatuh ada "baa baa black sheep"-nya. Kalau Padahal sih....
Terletak di Strand, Central London, tepatnya di ujung Utara Waterloo Bridge, ada event yang selama bulan Desember hingga Januari dalam lima tahun terakhir menjadi the hottest ticket in town. Ice skating di Somerset House! Yang asyik dari ice rink di Somerset House ini karena berada di alam terbuka.
Sabtu lalu kami sekeluarga ke sana, niatnya mau skating tetapi kelupaan booking tiket dulu. Jadi, kami cukup menonton saja. Next time pergi lagi dan semoga tidak lupa booking tiket.
Selain Somerset House, ada tempat skating yang asyik juga, dan baru di buka minggu ini untuk pertama kalinya. Tempatnya tidak jauh dari Somerset House.
Tidak jauh! Dari Somerset House, jalan 10 menit ke Stasiun Waterloo International dan naik kereta Uerostar ke Paris. Kurang dari tiga jam dan dompet berkurang minimal 59 poundsterling, sampailah ke tempat skating yang dijamin mengalahkan Somerset House: Ice skating di Eiffel Tower!
Ice rink dengan ketebalan 15 cm ini dibangun dari 30 ton air, 5000m pipa pendingin dan 100 special multi-color lampu LED, bahkan juga dipasang mesin yang membuat tempat skating ini beraroma "vanilla and pine". Dengan biaya total 150 ribu Euro, jadilah "first floor" Eiffel Tower menjadi tempat skating yang sanggup menampung 80 orang.
Yang tentu lebih spektakuler dari skating di Eiffel tentu saja pemandangannya. Dan bagusnya lagi, skating di ketinggian 57 meter diatas tanah ini juga lebih murah dibanding di Somerset House. Bahkan bisa juga dikatakan free alias gratis, karena hanya hanya perlu membayar tiket naik ke Eiffel Tower seharga 4 Euro.
Tentu saja, antrinya sangat panjang (antrian pengunjung Eiffel Tower yang memang selalu panjang+ yang ingin ice skating). Tetapi kalau mau tidak antri juga bisa: naik tangga 400 undakan!
Pesan yang perlu di ingat bagi yang skating untuk ber-romantis-ria adalah there is nothing sexy or romantic about being humiliated by children. Jadi asah dulu kemampuan skating, baru bisa berkata: ooh la la! Tres sexy!
Beruntunglah saya dan suami, dengan mengajak Kirana, kami akan bisa berdalih mengajarinya skating. Sering-sering pegangan atau bahkan jatuh ada "baa baa black sheep"-nya. Kalau Padahal sih....
How to...be smug
warning: this article contains smug people!
People who are smug suffer from a superiority complex. Smugness is the conviction that you're just a little bit better than other people. This would be arrogance if it wasn't also mixed with a pinch of humility. Smug people know they're better, and the fact that they're also humble about it makes them even better still. No wonder they've got that annoying smile.
Smug people have a way of looking down on you even when they're considerably shorter. Certain clothes are an outward and visible sign of an inward and invisible smugness. For example, polo-neck jumpers are virtually the uniform of the smug. It's a way of saying to people, "I'm rather cosy."
Lots of things lead to smugness. A house that has gained more value than your annual salary gives you big smug points. A famous child allows you to retire in a fog of smugness. Being well insured allows smugness to break out even at moments of extreme crisis, especially for other people.
You don't have to be rich to be smug, but it does allow you to communicate your superiority in more obvious ways. Smug rich people are the proverbial Joneses up with whom insecure people think they must keep. Moral superiority also makes for industrial-strength smugness. It's a way of saying that you already have reserved seating for the next life, and probably quite close to the front.
In company, smug people always give the impression that they're hugging themselves or giving themselves a squeeze in a pleasurable area. It's a lovely irony that the smug are notoriously rubbish in bed. When your starting point is complete self-satisfaction, there's no motivation for further satisfying yourself, or anyone else.
Smugness, like ragwort, is incredibly difficult to get rid of once it's taken root. The hot bath of achievement may have long disappeared down the plug hole of life, but the scum line of smugness will last until it's scoured off by the Brillo of ridicule.
In conversation smugness comes out in two ways: you can be rather patronising about other people to show how comfortable you are; or you can be incredibly solicitous of other people, which is a subtle way of highlighting how uncomfortable they are. (di kutip dari Guy Browning, How To...serialisasi the Guardian
and that smile...
Unfortunetly, saya kenal (or bertemu) beberapa orang yang masuk dalam kategori di atas.Dan "That annoying smile" lah yang paling saya sebel. Smile is suppose to be nice, isnt it?
Beberapa hari lalu peristiwa berhubungan dengan per-smug-an terjadi dengan saya. Suatu pagi, pulang dari drive around, saya tiba-tiba berinisiatif memarkir mobil di allocated parking milik kami instead of di pinggir jalan sebelah rumah.
Ternyata tidak segampang yang saya kira --apalagi saya berusaha parkir mundur pula--karena melibatkan mobil lain yang telah berjajar rapi di sebelah spot yang saya incar. Setelah beberapa saat, putar sana-sini, maju-mundur, dan manouver lain yang tampaknya justru semakin membahayakan mobil lain, saya menyerah.
Tepat ketika saya memutuskan menyerah, tetangga saya keluar dari rumahnya. Dengan modal "toleransi sesama tetangga" saya minta tolong dia (laki-laki) untuk membantu saya memparkirkan mobil saya. And then, "that annoying smile" (yang saya baca typical woman, ngak bisa parkir) pun muncul dari wajahnya. Dan saya hanya bisa menyesali dan mengutuk diri sendiri: kenapa minta tolong in the first place, sambil tersenyum yang (I assure you) bukan berkategori smug.
Tapi ternyata, begitu masuk ke mobil saya, dia buru-buru keluar lagi dan bertanya(saya pikir saya salah dengar)," How to switch on your car?" Saya tiba-tiba serasa kejatuhan bulan, mendapatakan senjata untuk membalas his -"that smile" yang tidak lagi ada bekasnya ketika keluar dari mobil.
"Sorry, I've never driven an automatic before", katanya berusaha mencari excuse dan dengan desperate-nya menunjuk mobilnya, "that's my car" (sekali smug tetap smug, for sure). Aha! Dan saya pun dengan tulus hati membalasan "that smug smile" dengan sebuah senyuman (yang bisa ia baca = saya memang tidak bisa parkir dengan canggih, but at least saya tahu how to switch on the car).
Sayang sekali, tukar menukar senyuman itu tidak ada fotonya.
warning: this article contains smug people!
People who are smug suffer from a superiority complex. Smugness is the conviction that you're just a little bit better than other people. This would be arrogance if it wasn't also mixed with a pinch of humility. Smug people know they're better, and the fact that they're also humble about it makes them even better still. No wonder they've got that annoying smile.
Smug people have a way of looking down on you even when they're considerably shorter. Certain clothes are an outward and visible sign of an inward and invisible smugness. For example, polo-neck jumpers are virtually the uniform of the smug. It's a way of saying to people, "I'm rather cosy."
Lots of things lead to smugness. A house that has gained more value than your annual salary gives you big smug points. A famous child allows you to retire in a fog of smugness. Being well insured allows smugness to break out even at moments of extreme crisis, especially for other people.
You don't have to be rich to be smug, but it does allow you to communicate your superiority in more obvious ways. Smug rich people are the proverbial Joneses up with whom insecure people think they must keep. Moral superiority also makes for industrial-strength smugness. It's a way of saying that you already have reserved seating for the next life, and probably quite close to the front.
In company, smug people always give the impression that they're hugging themselves or giving themselves a squeeze in a pleasurable area. It's a lovely irony that the smug are notoriously rubbish in bed. When your starting point is complete self-satisfaction, there's no motivation for further satisfying yourself, or anyone else.
Smugness, like ragwort, is incredibly difficult to get rid of once it's taken root. The hot bath of achievement may have long disappeared down the plug hole of life, but the scum line of smugness will last until it's scoured off by the Brillo of ridicule.
In conversation smugness comes out in two ways: you can be rather patronising about other people to show how comfortable you are; or you can be incredibly solicitous of other people, which is a subtle way of highlighting how uncomfortable they are. (di kutip dari Guy Browning, How To...serialisasi the Guardian
and that smile...
Unfortunetly, saya kenal (or bertemu) beberapa orang yang masuk dalam kategori di atas.Dan "That annoying smile" lah yang paling saya sebel. Smile is suppose to be nice, isnt it?
Beberapa hari lalu peristiwa berhubungan dengan per-smug-an terjadi dengan saya. Suatu pagi, pulang dari drive around, saya tiba-tiba berinisiatif memarkir mobil di allocated parking milik kami instead of di pinggir jalan sebelah rumah.
Ternyata tidak segampang yang saya kira --apalagi saya berusaha parkir mundur pula--karena melibatkan mobil lain yang telah berjajar rapi di sebelah spot yang saya incar. Setelah beberapa saat, putar sana-sini, maju-mundur, dan manouver lain yang tampaknya justru semakin membahayakan mobil lain, saya menyerah.
Tepat ketika saya memutuskan menyerah, tetangga saya keluar dari rumahnya. Dengan modal "toleransi sesama tetangga" saya minta tolong dia (laki-laki) untuk membantu saya memparkirkan mobil saya. And then, "that annoying smile" (yang saya baca typical woman, ngak bisa parkir) pun muncul dari wajahnya. Dan saya hanya bisa menyesali dan mengutuk diri sendiri: kenapa minta tolong in the first place, sambil tersenyum yang (I assure you) bukan berkategori smug.
Tapi ternyata, begitu masuk ke mobil saya, dia buru-buru keluar lagi dan bertanya(saya pikir saya salah dengar)," How to switch on your car?" Saya tiba-tiba serasa kejatuhan bulan, mendapatakan senjata untuk membalas his -"that smile" yang tidak lagi ada bekasnya ketika keluar dari mobil.
"Sorry, I've never driven an automatic before", katanya berusaha mencari excuse dan dengan desperate-nya menunjuk mobilnya, "that's my car" (sekali smug tetap smug, for sure). Aha! Dan saya pun dengan tulus hati membalasan "that smug smile" dengan sebuah senyuman (yang bisa ia baca = saya memang tidak bisa parkir dengan canggih, but at least saya tahu how to switch on the car).
Sayang sekali, tukar menukar senyuman itu tidak ada fotonya.
Saturday, December 18, 2004
ya gendong, ya dorong
1.Posisi ideal: Alisha tidur di pushchair, kirana jalan
2.Mulai capai, membonceng pushchair adiknya, tambahan beban bagi yang dorong
3.Kurang nyaman, menggusur Alisha, pushcair diubah posisi duduk
4.Tidak ideal sama sekali, ya gendong ya dorong
Saya sering ditanya teman-teman : "Senangnya kamu Ran, begitu melahirkan bisa cepat kurus lagi. Apa rahasianya?". Saya selalu bingung menjawabnya.
Ketika saya melihat foto-foto pulang dari jalan-jalan tadi siang, kayaknya saya menemukan salah satu jawabanya.
Saya akan balik bertanya ke mereka, "Masih ingin cepat kurus?"
1.Posisi ideal: Alisha tidur di pushchair, kirana jalan
2.Mulai capai, membonceng pushchair adiknya, tambahan beban bagi yang dorong
3.Kurang nyaman, menggusur Alisha, pushcair diubah posisi duduk
4.Tidak ideal sama sekali, ya gendong ya dorong
Saya sering ditanya teman-teman : "Senangnya kamu Ran, begitu melahirkan bisa cepat kurus lagi. Apa rahasianya?". Saya selalu bingung menjawabnya.
Ketika saya melihat foto-foto pulang dari jalan-jalan tadi siang, kayaknya saya menemukan salah satu jawabanya.
Saya akan balik bertanya ke mereka, "Masih ingin cepat kurus?"
Friday, December 17, 2004
Last week winner is ..
by Ayah
Seumur-umur baru sekarang saya menang kuis. Dulu sempat menjadi 'pegiat' kuis, mulai dari sayembara Indomie, Pepsodent, sampai ketoprak sayembara. Kegagalan menjadi pemenang membuat saya 'frustrasi' dan akhirnya kegiatan sampingan itu mati sama sekali.
Sampai kemudian dua pekan silam ketika rekan di kantor tiba-tiba menunjuk halaman terakhir suplemen olahraga koran The Guardian. "Tahu nggak di mana pertandingan bola ini berlangsung?" katanya sambil menunjuk sebuah foto hitam putih.
Pada foto itu terlihat satu sisi stadion yang dipenuhi penonton. Mereka tidak sedang duduk di kursi tribun, namun di atas papan skor. Di papan skor ini tertulis : East Timor 0 - Indonesia 0. Di bawah foto ini tertulis : di stadion mana terdapat papan skor interaktif seperti ini?
Saya pikir pertandingan tersebut kemungkinan besar di Timor Timur. Namun di mana tepatnya, saya tidak tahu.
Dua hari kemudian saya kerja malam. Ketika sedang mempersiapkan transmisi, saya mendapati artikel tentang pertandingan ujicoba antara timnas Indonesia dan Timor Timur di Stadion Municipa Dili.
Saya langsung teringat dengan kuis bola The Guardian. Saya tengok jam menunjukkan pukul 23.50. Itu artinya batas waktu pengiriman tinggal 10 menit lagi. Saya ketik : Estadio Municipal, Dili, East Timor, dan saya tekan tombol enter.
Sepekan kemudian, ketika rapat sore akan dimulai, di meja di dekat tempat saya duduk tergeletak The Guardian. Saya cari suplemen olahraga dan langsung saya buka halaman terakhir.
Di situ tertulis : Last week : Dili Stadium, won by Moh Susilo... (and that's me).
by Ayah
Seumur-umur baru sekarang saya menang kuis. Dulu sempat menjadi 'pegiat' kuis, mulai dari sayembara Indomie, Pepsodent, sampai ketoprak sayembara. Kegagalan menjadi pemenang membuat saya 'frustrasi' dan akhirnya kegiatan sampingan itu mati sama sekali.
Sampai kemudian dua pekan silam ketika rekan di kantor tiba-tiba menunjuk halaman terakhir suplemen olahraga koran The Guardian. "Tahu nggak di mana pertandingan bola ini berlangsung?" katanya sambil menunjuk sebuah foto hitam putih.
Pada foto itu terlihat satu sisi stadion yang dipenuhi penonton. Mereka tidak sedang duduk di kursi tribun, namun di atas papan skor. Di papan skor ini tertulis : East Timor 0 - Indonesia 0. Di bawah foto ini tertulis : di stadion mana terdapat papan skor interaktif seperti ini?
Saya pikir pertandingan tersebut kemungkinan besar di Timor Timur. Namun di mana tepatnya, saya tidak tahu.
Dua hari kemudian saya kerja malam. Ketika sedang mempersiapkan transmisi, saya mendapati artikel tentang pertandingan ujicoba antara timnas Indonesia dan Timor Timur di Stadion Municipa Dili.
Saya langsung teringat dengan kuis bola The Guardian. Saya tengok jam menunjukkan pukul 23.50. Itu artinya batas waktu pengiriman tinggal 10 menit lagi. Saya ketik : Estadio Municipal, Dili, East Timor, dan saya tekan tombol enter.
Sepekan kemudian, ketika rapat sore akan dimulai, di meja di dekat tempat saya duduk tergeletak The Guardian. Saya cari suplemen olahraga dan langsung saya buka halaman terakhir.
Di situ tertulis : Last week : Dili Stadium, won by Moh Susilo... (and that's me).
Apple Store dan militan Inggris
by Ayah
Orang-orang Inggris dikenal terobsesi (atau militan, kata istri saya) dengan antri. Apa saja antri, dari antri tiket, sampai antri peluncuran buku. Makanya saya tidak begitu heran ketika pada suatu petang di akhir November lalu, saya menonton berita tentang ratusan orang antri di depan toko Apple di hari pembukaan 'The first Apple store in Europe' itu.
Mereka mengantri tidak hanya setengah jam atau dua tiga jam tetapi semalaman. Padahal di awal musim dingin seperti ini, suhu bisa menjadi 1 derajat atau bahkan nol derajat di malam hari. Mereka rela tidur di luar toko untuk menjadi the very first bunch of customers, yang melintas pintu toko di hari pembukaanya.
"Kok mereka mau 'menderita' seperti itu ya," guman saya. Pikiran saya langsung membayangkan dingin menusuk tulang yang berlangsung semalaman. Istri saya yang kebetulan mendengar langsung menjawab. "Tahu sendirilah orang sini. Mereka itu jenis orang yang dengan bangga mengatakan (ke teman hingga anak cucu mereka kelak): saya dulu hadir di pembukaan toko Apple".
History in the making, istilahnya . Itu sebabnya ribuan orang akan mengantri bila suatu event penting berlangsung. "I was there" adalah kebanggaan tinggi bagi orang Inggris.
Namun untuk satu ini ada alasan lain . Apple ini mempunyai banyak pengikut dan pengguna yang sangat fanatik. Bagi mereka, produk Apple entah itu iMac, eMac, iBook, atau Powerbook, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka.
Dan bagi mereka itu, datang ke setiap pembukaan toko perusahaan Steve Jobs ini hukumnya wajib. Sambil mengantri semalaman, mereka biasanya membawa Powerbook atau iBook atau iPod mereka. Selain makanan dan sleeping bag tentu saja.
Belakangan saya tahu selain alasan 'ingin menjadi bagian dari sejarah'dan kesetiaan mereka dengan apple, juga karena ada reward dari mengantri semalaman di suhu yang sangat dingin: Goody bags.
Sudah menjadi tradisi Apple untuk memberikan goody bags kepada 300 pembeli pertama di toko mereka. Di dalam goody bags terdapat pernik atau produk Apple. Mulai yang berharga murah sampai barang dambaan banyak orang : iPod.
Nah, sepertinya iPod inilah yang menjadi sasaran utama. "Saya datang ke sini memang untuk mendapatkan iPod gratis. Siapa tahu beruntung seperti teman saya yang mengantri di pembukaan toko di San Fransisco," kata seorang gadis kepada BBC.
Sejauh ini, berdasar pantauan dari media di Inggris, sepertinya tidak ada yang mendapat iPod. Atau mungkin saja mereka yang beruntung tidak mau ngomong. Beberapa orang yang ditemui BBC mengatakan mereka hanya mendapat mouse, keyboard, dan airport express.
"Meski begitu saya tetap senang bisa datang ke pembukaan toko Apple ini," katanya masih kepada BBC. Mungkin karena ia datang juga karena dua alasan lain itu.
Rasa ingin tahu membuat saya datang ke toko Apple itu beberapa hari lalu. Toko yang terletak di Oxford Circus itu ternyata penuh sesak. Antrian di kasir berkelok-kelok seperti ular. Kepada salah seorang staf toko saya menanyakan apakah toko Apple selalu ramai setiap hari.
"Seperti inilah keadaannya. Toko selalu penuh sejak dibuka," katanya sambil tersenyum. Tadinya saya mengira toko penuh sesak pengunjung karena hari itu kebetulan hari Sabtu.
Salah satu daya tariknya saya kira toko ini tidak seperti toko elektronik lain. Pertama, mereka memajang produk mereka mulai dari iBook sampai iPod dalam posisi on dan pengunjung bisa bermain dengan produk ini sepuasnya. Sementara di toko lain, untuk menjajal sebuah produk harus minta bantuan staf toko karena biasanya produk tersebut diberi password.
Kedua, di lantai dua toko ini terdapat ruang besar untuk workshop gratis. Ketiga, masih di lantai dua terdapat bar, yang diberi nama Genius Bar. Nah, keunggulan bar ini, semua staf bisa berbicara dengan fasih tentang semua produk Apple.
Tidak hanya itu. Manajer toko mengatakan," Staf-staf kami bisa melayani 24 bahasa. Termasuk Windows". Luar biasa!
Melihat respon di London itu, Apple berencana membuka toko lain di Inggris, yaitu di Birmingham dan Bluewater di Kent pinggiran london. Tempat yang terakhir ini tidak jauh dari rumah saya. Sekitar 20 menit dengan bermobil.
Sepertinya saya tidak akan membuang momen pembukaan itu dengan percuma. Alasan yang mendorong saya: bukan yang berhubungan dengan sejarah. You know what I mean.
by Ayah
Orang-orang Inggris dikenal terobsesi (atau militan, kata istri saya) dengan antri. Apa saja antri, dari antri tiket, sampai antri peluncuran buku. Makanya saya tidak begitu heran ketika pada suatu petang di akhir November lalu, saya menonton berita tentang ratusan orang antri di depan toko Apple di hari pembukaan 'The first Apple store in Europe' itu.
Mereka mengantri tidak hanya setengah jam atau dua tiga jam tetapi semalaman. Padahal di awal musim dingin seperti ini, suhu bisa menjadi 1 derajat atau bahkan nol derajat di malam hari. Mereka rela tidur di luar toko untuk menjadi the very first bunch of customers, yang melintas pintu toko di hari pembukaanya.
"Kok mereka mau 'menderita' seperti itu ya," guman saya. Pikiran saya langsung membayangkan dingin menusuk tulang yang berlangsung semalaman. Istri saya yang kebetulan mendengar langsung menjawab. "Tahu sendirilah orang sini. Mereka itu jenis orang yang dengan bangga mengatakan (ke teman hingga anak cucu mereka kelak): saya dulu hadir di pembukaan toko Apple".
History in the making, istilahnya . Itu sebabnya ribuan orang akan mengantri bila suatu event penting berlangsung. "I was there" adalah kebanggaan tinggi bagi orang Inggris.
Namun untuk satu ini ada alasan lain . Apple ini mempunyai banyak pengikut dan pengguna yang sangat fanatik. Bagi mereka, produk Apple entah itu iMac, eMac, iBook, atau Powerbook, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka.
Dan bagi mereka itu, datang ke setiap pembukaan toko perusahaan Steve Jobs ini hukumnya wajib. Sambil mengantri semalaman, mereka biasanya membawa Powerbook atau iBook atau iPod mereka. Selain makanan dan sleeping bag tentu saja.
Belakangan saya tahu selain alasan 'ingin menjadi bagian dari sejarah'dan kesetiaan mereka dengan apple, juga karena ada reward dari mengantri semalaman di suhu yang sangat dingin: Goody bags.
Sudah menjadi tradisi Apple untuk memberikan goody bags kepada 300 pembeli pertama di toko mereka. Di dalam goody bags terdapat pernik atau produk Apple. Mulai yang berharga murah sampai barang dambaan banyak orang : iPod.
Nah, sepertinya iPod inilah yang menjadi sasaran utama. "Saya datang ke sini memang untuk mendapatkan iPod gratis. Siapa tahu beruntung seperti teman saya yang mengantri di pembukaan toko di San Fransisco," kata seorang gadis kepada BBC.
Sejauh ini, berdasar pantauan dari media di Inggris, sepertinya tidak ada yang mendapat iPod. Atau mungkin saja mereka yang beruntung tidak mau ngomong. Beberapa orang yang ditemui BBC mengatakan mereka hanya mendapat mouse, keyboard, dan airport express.
"Meski begitu saya tetap senang bisa datang ke pembukaan toko Apple ini," katanya masih kepada BBC. Mungkin karena ia datang juga karena dua alasan lain itu.
Rasa ingin tahu membuat saya datang ke toko Apple itu beberapa hari lalu. Toko yang terletak di Oxford Circus itu ternyata penuh sesak. Antrian di kasir berkelok-kelok seperti ular. Kepada salah seorang staf toko saya menanyakan apakah toko Apple selalu ramai setiap hari.
"Seperti inilah keadaannya. Toko selalu penuh sejak dibuka," katanya sambil tersenyum. Tadinya saya mengira toko penuh sesak pengunjung karena hari itu kebetulan hari Sabtu.
Salah satu daya tariknya saya kira toko ini tidak seperti toko elektronik lain. Pertama, mereka memajang produk mereka mulai dari iBook sampai iPod dalam posisi on dan pengunjung bisa bermain dengan produk ini sepuasnya. Sementara di toko lain, untuk menjajal sebuah produk harus minta bantuan staf toko karena biasanya produk tersebut diberi password.
Kedua, di lantai dua toko ini terdapat ruang besar untuk workshop gratis. Ketiga, masih di lantai dua terdapat bar, yang diberi nama Genius Bar. Nah, keunggulan bar ini, semua staf bisa berbicara dengan fasih tentang semua produk Apple.
Tidak hanya itu. Manajer toko mengatakan," Staf-staf kami bisa melayani 24 bahasa. Termasuk Windows". Luar biasa!
Melihat respon di London itu, Apple berencana membuka toko lain di Inggris, yaitu di Birmingham dan Bluewater di Kent pinggiran london. Tempat yang terakhir ini tidak jauh dari rumah saya. Sekitar 20 menit dengan bermobil.
Sepertinya saya tidak akan membuang momen pembukaan itu dengan percuma. Alasan yang mendorong saya: bukan yang berhubungan dengan sejarah. You know what I mean.
Wednesday, December 08, 2004
my happy days
Seorang teman, bertanya : "Kamu ngapain aja kalau di rumah seharian, setelah nggak kerja lagi?". Ia bertanya karena dia pikir saya punya waktu luang seharian. Bahkan ada yang mengatakan ke suami kalau ia membunuh karier saya, dengan membiarkan saya tidak bekerja. I was speechless, and still am.
Hari saya di mulai pk 6 am -- masih gelap karena di awal musim dingin ini kegelapan belum berakhir sebelum pk 8 am (or tidak pernah berakhir, yep the old british weather) -- waktunya Alisha bangun. Susu. Main-main sebentar. Saya kembalikan lagi ke cot-nya.
Saya turun, ke dapur, masak untuk hari ini, juga untuk lunch box suami ke kantor. Sambil beres-beres ruang tamu, memasukkan cucian ke mesin cuci, merapikan pakaian yang sudah kering dan mengecek email/membaca sekilas koran Indonesia/Inggris. khususnya liga Inggris, men-save artikel-artikel yang menarik untuk bahan tulisan.
Satu jam setelah Alisha terdengar panggilan kedua: Kirana bangun. Kasih sarapan Kirana, sambil meneruskan di dapur. Suami akan meng-handle Alisha dan Kirana sebentar, sambil saya buru-buru menyelesaikan di dapur. Urusan dapur& lunch box beres.
Saya ke atas, menyiapkan sekolah Kirana, ganti baju, sikat gigi dll. kemudian mengambil alih Alisha dari suami. Alisha di lap, dan diganti baju. Suami mandi dan siap-siap ke kantor. Saya ganti baju,cuci muka, sikat gigi. Menyiapin perlengkapan Alisha, jaket dan sepatu Kirana.
pk 8.30, bareng Alisha mengantar Kirana ke sekolah. Suami berangkat ke kantor.Dari sekolah Kirana langsung ke supermarket, belanja. Pulang ke rumah.
pk 11. berangkat lagi bareng Alisha jemput Kirana. Sampai rumah jam 11.30, menyiapkan makan siang Kirana.
pk 12- menemani kirana painting, drawing, singing, dancing, yelling, shouting,tea time party, dressing up dan nonton TV, sambil diselingin vacuum rumah, membereskan cucian, kasih susu Alisha, menggendong Alisha, menulis, sampah dan urusan rumah yang lain.
pk 16. memandikan Kirana, seling-seling satu hari shower besoknya mandi berendam di bath tub (or swimming, istilah kirana), memandikan Alisha. Tidy up time: mainan, cat, kertas-kertas, colouring pen, dan segala yang tumpah ruah di living room sisa-sisa drawing, painting, dressing up, tea party, dancing dll itu.
pk 17. Ngaji time, "memaksa" kirana menghapal surat-surat pendek dan doa sehari-hari.Targetnya 1 hari 1 ayat. Sambil menidurkan Alisha.
pk 18. Makan malam Kirana dan setelahnya story time.
pk 19 Kirana tidur.
Makan, mandi, ngaji, story time, tidur, itu tidak lah selancar jadwalnya, selalu melibatkan yelling, shouting, screaming dan crying.
Ketika suami pulang, pk 20, ia akan mendapati saya ditonton TV. Yeap! niatnya meluruskan kaki sambil ngupi dan menonton TV, menunggu suami. Tapi karena terlalu capai saya selalu ketiduran dan TV lah yang menonton saya.
Saya pindah ke kamar, dan tepat ketika saya akan tertidur, Alisha bangun minta susu. Dan terus berulang tiap 2-3 jam.
Tetapi kadang-kadang anak-anak begitu baik (meaning: all activities lancar tidak terlalu banyak yelling, screaming, shouting, crying) sehingga saya masih melek ketika suami pulang kantor. Beberapa hari dalam seminggu suami juga kerja malam artinya dia bisa antar jemput kirana dan bantu-bantu di siang hari.
Saya juga bisa bertanya balik, kalau ibunya kerja (ke kantor), siapa yang melakukan semua di atas? Tidak bekerja adalah keputusan terbaik yang pernah saya buat. I will never forgive my self if I missed my girls childhood.
Dan buat teman saya itu (dan teman-teman lain yang pernah menanyakan hal ini ke saya atau suami saya) ... I rest my case.
Seorang teman, bertanya : "Kamu ngapain aja kalau di rumah seharian, setelah nggak kerja lagi?". Ia bertanya karena dia pikir saya punya waktu luang seharian. Bahkan ada yang mengatakan ke suami kalau ia membunuh karier saya, dengan membiarkan saya tidak bekerja. I was speechless, and still am.
Hari saya di mulai pk 6 am -- masih gelap karena di awal musim dingin ini kegelapan belum berakhir sebelum pk 8 am (or tidak pernah berakhir, yep the old british weather) -- waktunya Alisha bangun. Susu. Main-main sebentar. Saya kembalikan lagi ke cot-nya.
Saya turun, ke dapur, masak untuk hari ini, juga untuk lunch box suami ke kantor. Sambil beres-beres ruang tamu, memasukkan cucian ke mesin cuci, merapikan pakaian yang sudah kering dan mengecek email/membaca sekilas koran Indonesia/Inggris. khususnya liga Inggris, men-save artikel-artikel yang menarik untuk bahan tulisan.
Satu jam setelah Alisha terdengar panggilan kedua: Kirana bangun. Kasih sarapan Kirana, sambil meneruskan di dapur. Suami akan meng-handle Alisha dan Kirana sebentar, sambil saya buru-buru menyelesaikan di dapur. Urusan dapur& lunch box beres.
Saya ke atas, menyiapkan sekolah Kirana, ganti baju, sikat gigi dll. kemudian mengambil alih Alisha dari suami. Alisha di lap, dan diganti baju. Suami mandi dan siap-siap ke kantor. Saya ganti baju,cuci muka, sikat gigi. Menyiapin perlengkapan Alisha, jaket dan sepatu Kirana.
pk 8.30, bareng Alisha mengantar Kirana ke sekolah. Suami berangkat ke kantor.Dari sekolah Kirana langsung ke supermarket, belanja. Pulang ke rumah.
pk 11. berangkat lagi bareng Alisha jemput Kirana. Sampai rumah jam 11.30, menyiapkan makan siang Kirana.
pk 12- menemani kirana painting, drawing, singing, dancing, yelling, shouting,tea time party, dressing up dan nonton TV, sambil diselingin vacuum rumah, membereskan cucian, kasih susu Alisha, menggendong Alisha, menulis, sampah dan urusan rumah yang lain.
pk 16. memandikan Kirana, seling-seling satu hari shower besoknya mandi berendam di bath tub (or swimming, istilah kirana), memandikan Alisha. Tidy up time: mainan, cat, kertas-kertas, colouring pen, dan segala yang tumpah ruah di living room sisa-sisa drawing, painting, dressing up, tea party, dancing dll itu.
pk 17. Ngaji time, "memaksa" kirana menghapal surat-surat pendek dan doa sehari-hari.Targetnya 1 hari 1 ayat. Sambil menidurkan Alisha.
pk 18. Makan malam Kirana dan setelahnya story time.
pk 19 Kirana tidur.
Makan, mandi, ngaji, story time, tidur, itu tidak lah selancar jadwalnya, selalu melibatkan yelling, shouting, screaming dan crying.
Ketika suami pulang, pk 20, ia akan mendapati saya ditonton TV. Yeap! niatnya meluruskan kaki sambil ngupi dan menonton TV, menunggu suami. Tapi karena terlalu capai saya selalu ketiduran dan TV lah yang menonton saya.
Saya pindah ke kamar, dan tepat ketika saya akan tertidur, Alisha bangun minta susu. Dan terus berulang tiap 2-3 jam.
Tetapi kadang-kadang anak-anak begitu baik (meaning: all activities lancar tidak terlalu banyak yelling, screaming, shouting, crying) sehingga saya masih melek ketika suami pulang kantor. Beberapa hari dalam seminggu suami juga kerja malam artinya dia bisa antar jemput kirana dan bantu-bantu di siang hari.
Saya juga bisa bertanya balik, kalau ibunya kerja (ke kantor), siapa yang melakukan semua di atas? Tidak bekerja adalah keputusan terbaik yang pernah saya buat. I will never forgive my self if I missed my girls childhood.
Dan buat teman saya itu (dan teman-teman lain yang pernah menanyakan hal ini ke saya atau suami saya) ... I rest my case.
Sunday, December 05, 2004
Every little (or big) helps
Dua minggu lalu Alisha harus menginap dua hari di rumah sakit . Alhamdulillah tidak ada sesuatu yang serius. Tapi pengalaman saya ini membuat saya semakin tidak mengerti kepada orang-orang Inggris yang selalu mengecam pemerintah dan NHS-nya (national health service).
Semua bermula ketika GP (sebutan untuk dokter umum di sini, singkatan dari general practisioner) Alisha yang saya datangi dengan prasangka baik -- cuma batuk, pikir saya --langsung mengirimnya ke hospital.
"She doesn't look well, does she?" katanya begitu melihat Alisha dan langsung membuat saya panik, jantung berdegup keras dan berlanjut dengan tetesan air mata. "I'm Sorry, I can't make this any easier for you," katanya ramah sambil terus menenangkan saya.
Nenurut Dr Arjana, saya tidak perlu cemas, yet. Karena mengirim Alisha ke hospital bukan berarti sakitnya parah. Tapi karena prosedur yang harus dijalani untuk baby under 3 months (Alisha saat itu baru 7 minggu) kalau sakit. Untuk make sure kalau treatment yang akan diberikan ke Alisha tepat, jadi tidak bisa dilakukan oleh GP.
Di Queen Elizabeth Hospital, Alisha masuk ke bagian anak-anak A&E (Accident & Emergency atau sering disebut casualty). Kembali keramahan dan kata-kata yang menenangkan saya terima. Bertambah tenang lagi ketika dokter anak yang menangani Alisha adalah seorang perempuan muda cantik, baik, ramah dan berjilbab. Subhanallah!
Menurut dia (karena panik saya tidak dengar ketika ia menyebut namanya apalagi sempat untuk membaca nama di jas-nya), yang menjadi perhatiannya saat itu "hanya" Alisha menolak minum susu sejak jam 10 pagi (saat itu pk 18), jenis batuknya dan apa yang meyebabkan badannya panas.
Karena untuk tahu jawabannya perlu tes lebih lanjut, maka ia meminta Alisha untuk menginap di hospital. Sayang, keramahan dan senyum manis dokter anak itu tidak bisa menghilangkan panik yang saya alami. Bagaimana tidak, dari "iseng" bawa Alisha ke GP, berlanjut dikirim ke hospital dan sekarang diharuskan untuk menginap.
Kemudian kami dipindahkan ke ward anak-anak yang penampilannya tidak berbeda banyak dengan nursery Kirana. "wow..wow..look mummy!" Kirana tunjuk sana-sini terkagum-kagum, dan mungkin lupa kalau masih di hopital.
Setelah disiapkan semuanya oleh nurse yang juga ramah dan banyak senyum, termasuk menyiapkan tempat tidur untuk saya di sebelah cot Alisha, datang lagi dokter anak yang lain. Dia menerangkan apa yang terjadi dan apa yang akan dilakukan tim dokter dan apa yang mungkin akan terjadi pada Alisha.
Dokter, katanya, akan mencari tahu sebab batuknya, apa itu bronchitis, whooping cough atau yang lain, serta mencari tahu sumber panas tubuhnya. Karena itu akan dilakukan beberapa tes ke Alisha, "which is not painfull at all," katanya menambahkan, mungkin karena melihat wajah horror saya.
Katanya juga, kalau hasil tes Alisha bronchitis (yang ternyata mewabah at this time every year), maka Alisha akan bertambah parah dalam 4 hari dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari. Dokter tidak akan melakukan apa-apa selama hari-hari itu, hanya memantau saja.
"Kalau Alisha kurang cairan akan dikasih infus, kalau dia sesak nafas dan kurang oksigen kita akan kasih dia tabung oksigen". Just it, karena terlalu kecil untuk dikasih obat. Alisha dipasang alat di kakinya untuk memantau kadar oksigen dan jetak jantungnya dan terus dicoba diberi susu.
Tentang susu, nurse yang lain datang setelah dokter itu pergi, setelah mengenalkan diri, "My name..(lupa) and I will look after you and Alisha today", ia bertanya, Alisha minum susu merk apa, dan berapa banyaknya. Beberapa menit kemudian dia datang dengan sebotol susu hangat dan masih menawarkan ke saya untuk memilih beberapa jenis teat, yang masih tertutup rapi dengan bertuliskan ready to use. Menjawab kekhawatiran di kepala saya yang hanya membawa botol satu berisi sisa susu dari pagi.
Kirana pulang dibawa teman saya ke rumahnya dan dua jam kemudian suami datang, pulang kantor dan mampir ke rumah sebentar menyiapkan baju kirana dan saya.
Alhamdulillah hasil tes Alisha negatif untuk jenis batuk tsb di atas, panas badanya juga bukan karena sebab lain , dan ia pun kembali mau minum susu yang artinya ia tidak sempat dehidrasi.
Dua malam, Alisha dan saya (Suami dan Kirana di siang hari) tinggal di hospital, yang tidak mirip dengan hopital karena fasilitasnya "menutupi" suasana hospital. Ada "sekolah", sebuah ruang penuh dengan mainan dan juga guru untuk anak-anak, ada parent kitchen yang lengkap microvave,kettle,kulkas, kopi, susu, cereal, dll, ada parent lounge, disco room untuk anak yang lebih besar. Ditemani para dokter dan nurse yang luar biasa baik, "if you need a quite room for you to pray, we can arrange that," katanya ketika tahu saya muslim.
Di hari kedua, setelah diperiksa oleh dokter anak ia membolehkan Alisha untuk pulang."If there was a worry at home, you can always come back, anytime. In 24 hours we keep this room for Alisha, Just call us and come, you don't need to go to casualty first.
Kami tidak menyalahkan ketika Kirana tidak mau pulang. "I don't want to go home, I like to stay at the hospital," tangisnya ketika kami pulang.
Dan untuk semua itu, saya hanya membayarnya dengan senyuman dan kata thank you. Itu pun bukan permintaan mereka. "Bye", kata Kirana. "We will miss you Kirana," kata salah satu nurse yang biasa menemaninya di ruang sekolah itu.
Pengalaman saya di hospital itu yang membuat saya heran saya kepada orang-orang Inggris yang selalu mengecam NHS (kalau mau treatment harus antri, bikin appointment perlu waktu dll). Mungkin karena tidak tahu bagaimana beruntungnya mereka ketika keputusan jenis treatment dan obat tidak didasarkan/berhubungan dengan uang.
Berobat gratis, melahirkan gratis, obat gratis, perawatan RS gratis. Ibu saya (yang harus menghubungi temannya yg dokter untuk bisa yakin bahwa operasi caesar kakak saya memang diperlukan) dan bapak (yang selalu bertambah bebannya ketika anak-anaknya sakit) hanya bisa bermimpi untuk mendapatkannya. Bagi orang tua, punya anak sakit adalah kekhawatiran yang luar biasa (I've never been so worried in my life), tanpa harus memikirkan urusan administrasi dan uang. So, thank you NHS untuk tidak menambah beban pikiran saya.
*Every little helps, adalah slogan Tesco, the biggest supermarket di Inggris.
Dua minggu lalu Alisha harus menginap dua hari di rumah sakit . Alhamdulillah tidak ada sesuatu yang serius. Tapi pengalaman saya ini membuat saya semakin tidak mengerti kepada orang-orang Inggris yang selalu mengecam pemerintah dan NHS-nya (national health service).
Semua bermula ketika GP (sebutan untuk dokter umum di sini, singkatan dari general practisioner) Alisha yang saya datangi dengan prasangka baik -- cuma batuk, pikir saya --langsung mengirimnya ke hospital.
"She doesn't look well, does she?" katanya begitu melihat Alisha dan langsung membuat saya panik, jantung berdegup keras dan berlanjut dengan tetesan air mata. "I'm Sorry, I can't make this any easier for you," katanya ramah sambil terus menenangkan saya.
Nenurut Dr Arjana, saya tidak perlu cemas, yet. Karena mengirim Alisha ke hospital bukan berarti sakitnya parah. Tapi karena prosedur yang harus dijalani untuk baby under 3 months (Alisha saat itu baru 7 minggu) kalau sakit. Untuk make sure kalau treatment yang akan diberikan ke Alisha tepat, jadi tidak bisa dilakukan oleh GP.
Di Queen Elizabeth Hospital, Alisha masuk ke bagian anak-anak A&E (Accident & Emergency atau sering disebut casualty). Kembali keramahan dan kata-kata yang menenangkan saya terima. Bertambah tenang lagi ketika dokter anak yang menangani Alisha adalah seorang perempuan muda cantik, baik, ramah dan berjilbab. Subhanallah!
Menurut dia (karena panik saya tidak dengar ketika ia menyebut namanya apalagi sempat untuk membaca nama di jas-nya), yang menjadi perhatiannya saat itu "hanya" Alisha menolak minum susu sejak jam 10 pagi (saat itu pk 18), jenis batuknya dan apa yang meyebabkan badannya panas.
Karena untuk tahu jawabannya perlu tes lebih lanjut, maka ia meminta Alisha untuk menginap di hospital. Sayang, keramahan dan senyum manis dokter anak itu tidak bisa menghilangkan panik yang saya alami. Bagaimana tidak, dari "iseng" bawa Alisha ke GP, berlanjut dikirim ke hospital dan sekarang diharuskan untuk menginap.
Kemudian kami dipindahkan ke ward anak-anak yang penampilannya tidak berbeda banyak dengan nursery Kirana. "wow..wow..look mummy!" Kirana tunjuk sana-sini terkagum-kagum, dan mungkin lupa kalau masih di hopital.
Setelah disiapkan semuanya oleh nurse yang juga ramah dan banyak senyum, termasuk menyiapkan tempat tidur untuk saya di sebelah cot Alisha, datang lagi dokter anak yang lain. Dia menerangkan apa yang terjadi dan apa yang akan dilakukan tim dokter dan apa yang mungkin akan terjadi pada Alisha.
Dokter, katanya, akan mencari tahu sebab batuknya, apa itu bronchitis, whooping cough atau yang lain, serta mencari tahu sumber panas tubuhnya. Karena itu akan dilakukan beberapa tes ke Alisha, "which is not painfull at all," katanya menambahkan, mungkin karena melihat wajah horror saya.
Katanya juga, kalau hasil tes Alisha bronchitis (yang ternyata mewabah at this time every year), maka Alisha akan bertambah parah dalam 4 hari dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari. Dokter tidak akan melakukan apa-apa selama hari-hari itu, hanya memantau saja.
"Kalau Alisha kurang cairan akan dikasih infus, kalau dia sesak nafas dan kurang oksigen kita akan kasih dia tabung oksigen". Just it, karena terlalu kecil untuk dikasih obat. Alisha dipasang alat di kakinya untuk memantau kadar oksigen dan jetak jantungnya dan terus dicoba diberi susu.
Tentang susu, nurse yang lain datang setelah dokter itu pergi, setelah mengenalkan diri, "My name..(lupa) and I will look after you and Alisha today", ia bertanya, Alisha minum susu merk apa, dan berapa banyaknya. Beberapa menit kemudian dia datang dengan sebotol susu hangat dan masih menawarkan ke saya untuk memilih beberapa jenis teat, yang masih tertutup rapi dengan bertuliskan ready to use. Menjawab kekhawatiran di kepala saya yang hanya membawa botol satu berisi sisa susu dari pagi.
Kirana pulang dibawa teman saya ke rumahnya dan dua jam kemudian suami datang, pulang kantor dan mampir ke rumah sebentar menyiapkan baju kirana dan saya.
Alhamdulillah hasil tes Alisha negatif untuk jenis batuk tsb di atas, panas badanya juga bukan karena sebab lain , dan ia pun kembali mau minum susu yang artinya ia tidak sempat dehidrasi.
Dua malam, Alisha dan saya (Suami dan Kirana di siang hari) tinggal di hospital, yang tidak mirip dengan hopital karena fasilitasnya "menutupi" suasana hospital. Ada "sekolah", sebuah ruang penuh dengan mainan dan juga guru untuk anak-anak, ada parent kitchen yang lengkap microvave,kettle,kulkas, kopi, susu, cereal, dll, ada parent lounge, disco room untuk anak yang lebih besar. Ditemani para dokter dan nurse yang luar biasa baik, "if you need a quite room for you to pray, we can arrange that," katanya ketika tahu saya muslim.
Di hari kedua, setelah diperiksa oleh dokter anak ia membolehkan Alisha untuk pulang."If there was a worry at home, you can always come back, anytime. In 24 hours we keep this room for Alisha, Just call us and come, you don't need to go to casualty first.
Kami tidak menyalahkan ketika Kirana tidak mau pulang. "I don't want to go home, I like to stay at the hospital," tangisnya ketika kami pulang.
Dan untuk semua itu, saya hanya membayarnya dengan senyuman dan kata thank you. Itu pun bukan permintaan mereka. "Bye", kata Kirana. "We will miss you Kirana," kata salah satu nurse yang biasa menemaninya di ruang sekolah itu.
Pengalaman saya di hospital itu yang membuat saya heran saya kepada orang-orang Inggris yang selalu mengecam NHS (kalau mau treatment harus antri, bikin appointment perlu waktu dll). Mungkin karena tidak tahu bagaimana beruntungnya mereka ketika keputusan jenis treatment dan obat tidak didasarkan/berhubungan dengan uang.
Berobat gratis, melahirkan gratis, obat gratis, perawatan RS gratis. Ibu saya (yang harus menghubungi temannya yg dokter untuk bisa yakin bahwa operasi caesar kakak saya memang diperlukan) dan bapak (yang selalu bertambah bebannya ketika anak-anaknya sakit) hanya bisa bermimpi untuk mendapatkannya. Bagi orang tua, punya anak sakit adalah kekhawatiran yang luar biasa (I've never been so worried in my life), tanpa harus memikirkan urusan administrasi dan uang. So, thank you NHS untuk tidak menambah beban pikiran saya.
*Every little helps, adalah slogan Tesco, the biggest supermarket di Inggris.
Subscribe to:
Posts (Atom)